Kamis, 18 Juni 2009

KAKAO 2010 TANTANGAN DAN HARAPAN

Tahukah anda tentang Cadbury, Hershey, dan Van Houten?

Tiga nama ini bukanlah Pahlawan pejuang kemerdekaan di Negara Asalnya, bukan pula Pemain Sepak Bola yang Legendaris. Tiga Nama itu hanyalah merek dari sebuah produsen makanan cokelat.

Dari Swiss, Inggeris dan Amerika tiga merek ini, Cadbury, Hershey dan Van Houten, mendunia, dan pernahkah kita tahu, dibalik popularitas tiga produsen makanan cokelat itu ternyata Indonesia berperan sangat penting dalam mendukung suplai bahan baku kepada industri tersebut. Pernahkah kita tahu bahwa sekalipun posisi Pantai Gading merupakan produsen kakao terbesar dunia, namun kakao Indonesia asal Sulawesi Selatan memiliki sifat-sifat fisika yang berbeda dengan kakao asal negara manapun yang justeru sifat fisika ini yang dibutuhkan oleh produsen makanan cokelat terkenal dalam menjaga mutu produksinya.

Penjelasan singkat diatas setidaknya dapat memberi gambaran bahwa sesungguhnya kita memiliki peluang pasar yang jelas dan tidak dapat digantikan oleh negara produsen kakao manapun. Kehadiran Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) dan beberapa lembaga lain misalnya ACDY VOCA, PRIMA COCOA PROJECT, CSP dll, yang memberi perhatian khusus kepada petani guna meningkatkan produksi dan strandar mutu kakao agar dapat diterima oleh pasar eksport adalah contoh bahwa kakao dari Luwu Utara sangat dibutuhkan oleh mereka sehingga mereka merasa berkewajiban untuk menyelamatkannya. Memang sangat ironis karena dalam kesempatan dan peluang seperti itu, disaat negara lain telah menikmati lezatnya kakao Luwu Utara ternyata sampai saat ini kita justeru masih berada pada persoalan seputar produktifitas, mutu, dan pangsa pasar dan masyarakat tani yang belum sejahtera dari komoditi ini. Inilah alasan negara luar rela mengeluarkan dana untuk memperbaiki mutu kakao Indonesia, persoalan apakah nantinya petani sejahtera dari apa yang mereka upayakan bukanlah urusan dan memang tidak dipikirkan oleh mereka, karena itu tanggung jawab mensejahterakan petani adalah kewajiban kita, dan melalui visi misi operasional keberpihakan kepada petani dapat di realisasikan.

Genderang Kabupaten Kakao terbaik Indonesia tahun 2010 telah ditabuh, lewat visi misi operasional Oleh Bupati Luwu Utara, kata “terbaik diatas mencakup dua hal yakni produktifitas dan mutu, ini bukan tidak beralasan, sebab ada sekitar 55 ribu Ha Tanaman sebagai modal utama telah kita miliki. Hanya saja potensi besar tersebut memang belum memiliki posisi tawar yang baik akibat berbagai faktor tidak saja masalah internal dalam proses produksi di tingkat petani, namun regulasi baik dalam negeri maupun negara tujuan eksport belum sepenuhnya mendukung. Karena itu, dalam mencapai sasaran tahun 2010 ini proses awal hendaknya dimulai dengan melibatkan seluruh komponen baik pemerintahan maupun masyarakat.

PERSOALAN PADA KAKAO

Rendahnya harga kakao pada tingkat petani dalam negeri disamping karena regulasi pemerintah yang cenderung memberi peluang kepada eksport kakao dalam bentuk gelondongan dan bahan setengah jadi, sehingga industri dalam negeri tidak berdaya menghadapi serbuan asing, juga akibat rendahnya mutu kakao akibat penanganan pasca panen yang keliru serta serangan hama dan penyakit.

Dua garis besar persoalan perkakaoan yang kita hadapi, antara lain regulasi serta produktifitas dan mutu kakao ini setidaknya dapat memberi alur dalam rangka menyusun perencanaan dalam rangka mendukung kebijakan kabupaten kakao terbaik 2010. (Namun demikian tulisan ini dibatasi hanya pada pokok persoalan lokal saja), karena itu sebaiknya pemerintah Kabupaten disamping fokus pada upaya pada tingkat lokal, juga tidak melupakan aspek regulasi yang intinya merupakan kebijakan pemerintahan pusat.

Kita tidak perlu menyesal dan berandai-andai sekiranya pemerintah sejak dua atau tiga dekade yang lalu secara ketat mengawasi masuknya benih dan kecambah dari luar, tentu persoalan hama PBK tidak perlu terjadi. Sekarang kita telah berhadapan dengan serangan PBK yang bersifat endemik, dan masalah ini tidak saja berpengaruh pada aspek produksi belaka tetapi lebih jauh telah mempengaruhi pola pikir petani dan aspek sosial lainnya. Pada kondisi seperti ini untuk dapat mencapai sasaran tahun 2010 pemerintah Kabupaten harus fokus menangani seluruh aspek yang yang saling terkait ini dengan melibatkan seluruh lini dalam pemerintahan, sehingga ada sinergitas dalam mencapai tujuan. Ada tiga hal yang menjadi masalah pokok kakao di Luwu Utara antara lain:

  1. Masalah sosial, mencakup SDM Aparat Penyuluh dan Petani, tingkat kesadaran petani dalam mengelolah Usahanya, kemampuan Petani dalam berinvestasi pada Kebunnya..
  2. Masalah Hama, Penyakit dan infrastuktur. Serangan Hama PBK secara signifikan mempengaruhi produksi dan mutu kakao, Hama ini telah bersifat endemik di Luwu Utara, karena itu pola pengendalian secara terpadu serta metode pengendalian menentukan apakah kita dapat menekan serangan kebawah batas ambang ekonomi. Di samping itu dibutuhkan adanya infrastruktur yang memadai yang mendukung kelangsungan usaha petani, (misalnya drainase dan jalan)
  3. Masalah Pasar, sebelum Hama menyerang tanaman kakao di Luwu Utara, harga kakao memang sangat fluktuatif, ini lebih dominan di sebabkan oleh permainan para tengkulak. Peranan pemerintah Kabupaten dapat dimulai dengan membangun infrastuktur yang dapat mendukung kemudahan investasi, membuka peluang pasar yang lebih kompetitif.

HAMBATAN DAN HARAPAN

Tiga masalah pokok perkakaoan di luwu Utara diatas, jika dikaji ternyata meliputi aspek yang sangat luas dan tidak saja menjadi tanggungjawab Dinas Hutbun, tetapi mencakup beberapa Dinas terkait lainnya. Dinas PU misalnya seberapa jauh perencanaan pembangunan infrastruktur dapat di arahkan untuk memback up kebijakan ini, Dinas tenaga kerja misalnya harus mampu membangun mental petani dan mengarahkan agar usahanya dapat di kelola dengan tujuan profit, Dinas Sosial misalnya seberapa jauh kemampuan menangani persoalan kemiskinan pada tingkat petani sehingga mereka mandiri dan selanjutnya diharapkan dapat berinvestasi pada lahan usahanya, BKD, bagaimana melihat dan menangani persoalan SDM dan jumlah penyuluh pada bidang perkebunan yang memang sangat terbatas, dan masih banyak lagi unit kegiatan lainnya yang diharapkan dapat bersinergi pada upaya ini. Semua ini dibutuhkan sebuah perencanaan yang matang dan komprehensif. Disamping SKPD pada pemerintahan Daerah dukungan dari DPRD sebagai lembaga sangat dibutuhkan mengingat visi misi ini selain capaiannya dapat mengakses dan menyentuh langsung kepentingan mayoritas penduduk luwu utara juga, dalam proses menuju sasaran dibutuhkan kalkulasi budget yang cukup signifikan.

Upaya mensinergitaskan masing masing unit pada Pemerintahan Kab.Luwu Utara adalah pekerjaan yang cukup berat bagi Bupati, dan ini merupakan hambatan dalam menyelesaikan segala problematik yang kita hadapi. Sebab pengalaman mensinergikan unit-unit terkait dalam upaya penanggulangan kemiskinan beberapa waktu yang lalu masih tidak jelas arahnya padahal konsep ke arah itu sudah sangat jelas, karena itu, khusus dalam upaya mencapai Kabupaten Terbaik Kakao di Indonesia 2010, genderang telah di tabuh.......,kereta akan lalu, Langkah tidak akan surut...dan semua lini harus siap..!!! , Pimpinan Unit Kerja yang tidak dapat mengemban tugas ini sebaiknya mundur.

Akhirnya, hanya dengan kerja keras dan kesamaan melihat sebuah persoalan sesuatu yang direncanakan dapat kita capai. Insya Allah, karena itu mari melihat visi misi Kabupaten Kakao terbaik di Indonesia 2010 ini sebagai tanggung jawab kita bersama, tanggung jawab seluruh masyarakat Luwu Utara. Mari memberikan sumbangsih pemikiran yang bersifat konstruktif, sehingga kegiatan ini tidak berakhir hanya sebagai SLOGAN belaka.


Selasa, 16 Juni 2009

PERKEBUNAN DISIMPANG JALAN

hancurnya jeruk di Malangke, turunnya produksi dan mutu kakao tidak terlepas dari rendahnya pengawasan atas masuknya benih dan kecambah dari luar sehingga Hama dan Penyakit ikut terbawa, ini jangan terulang pada komoditi kelapa Sawit.....

Krisis ekonomi yang melanda bangsa indonesia sejak tahun 1997 sebahagian dipicu oleh lompatan kebijakan pemerintah, dari negara agraris menjadi negara industri, dipicu oleh rentannya proses industrialisasi karena terbuai oleh prestasi semu pertumbuhan ekonomi 7% - 15% pada sepuluh tahun yang lalu, mengakibatkan nilai tukar rupiah mencapai posisi terendah terhadap mata uang asing akibat semua bahan baku import harus dibayar dengan mata uang asing.

Ditengah krisis berlangsung ternyata sektor pertanian, sektor yang tadinya mulai ditinggalkan terbukti mampu bertahan, bahkan memberi andil yang sangat besar terhadap survive bangsa ini walaupun krisis itu berlangsung cukup panjang bahkan hingga saat ini masih dpt dirasakan.

Gambaran umum tentang kondisi negara ini dimasa-masa krisis dapat dijadikan mainset dalam merancang arah kebijakan sektor pertanian dan perkebunan di Luwu Utara yang 80 % masyarakatnya hidup dari sektor tersebut, sebab tanpa disadari ataupun data statistik yang salah ada kecenderungan kondisi mikro ekonomi masyarakat luwu utara memperihatkan trend yang menurun, ini terlihat dari turunnya daya beli masyarakat akhir-akhir ini.

MASALAH PERKEBUNAN DI LUWU UTARA

Tidak dapat dipungkiri bahwa ribuan hektar tanaman jeruk di Malangke telah punah, dan ribuan masyarakat yang tadinya menggantungkan hidupnya pada komoditi ini kehilangan sumber pencaharian, tidak dapat dipungkiri bahwa produksi dan mutu tanaman kakao yang merupakan komoditi andalan cenderung menurun akibat serangan hama dan penyakit, sementara upaya pemerintah merehabilitasi tanaman ini melalui pendekatan pemberdayaan kelompok tani dan side graffting belum sepenuhnya memberi hasil karena kegiatan ini sulit dilakukan dalam skala yang luas dan umumnya kakao di Kab. Luwu Utara dimiliki dan dikelola oleh perkebunan rakyat. (dalam menyikapi visi “Luwu Utara menjadi kabupaten Kakao Terbaik, ulasan pada edisi akan datang penulis akan menyoroti, tantangan dan hambatan masalah kakao).

Upaya pengendalian hama PBK pada tanaman kakao dan penyakit CPVD pada jeruk yang sampai saat ini terus di upayakan adalah sebuah keinginan bersama untuk tetap mempertahankan agar kedua komoditi ini dapat kembali pada kondisi seperti sedia kala, tetapi dalam jangka panjang, kebijakan ini perlu di evaluasi, sebab serangan hama dan penyakit ini telah bersifat endemik dalam sebuah kawasan yang luas, dan dalam metode pengendalian hama dan penyakit, khusus kasus semacam ini tindakan yang terbaik adalah melalui eradikasi, tetapi itu harus dilakukan dalam kawasan yang luas yakni dalam satu pulau, suatu hal yang sangat sulit untuk direalisasikan. Dalam kondisi seperti ini kemana langkah kita selanjutnya?

Dilakukan eradikasi atau tidak, harapan mendapatkan penghasilan dari tanaman kakao untuk jangka panjang nampaknya mulai suram. karena itu pemerintah hendaknya segera menyusun sebuah strategi baru dalam merancang kebijakan sektor perkebunan yang lebih komprehensif dan terarah, dengan pilihan komoditi yang tepat berdasarkan agroekosistem serta pertimbangan pasar. Salah satu jenis komoditi yang telah lama dibudidayakan di Luwu Utara dan telah terbukti memberikan kontribusi yang nyata terhadap pertumbuhan ekonomi adalah kelapa sawit, disamping itu tanaman kelapa sawit telah teruji tahan terhadap hama dan penyakit, mudah dalam budidaya, dan pasar yang sangat baik. Disamping itu melambungnya harga minyak dunia dan perkiraan deposit minyak bumi indonesia yang tinggal 20 tahun lagi, mengharuskan pemerintah segera mencari sumber-sumber energi alternatif, karena itu mulai APBN tahun 2007 pemerintah mengalokasikan anggaran yang cukup signifikan dalam rangka mengembangkan tanaman yang berpotensi sebagai sumber biofuel dan biodiesel, dan salah satunya adalah kelapa sawit.

Kondisi real kelapa sawit diluwu utara sekarang, dengan total luas 4984,85 Ha, sekitar 2000 Ha yang dalam waktu empat tahun lagi sudah harus di replanting, sisanya berada pada usia produksi optimal (namun produksi tidak optimal karena budidaya yang salah), dan sekitar 1000 Ha tanaman yang dibangun dengan pola KKPA tidak memberikan hasil maksimal disebabkan terlantarnya kebun akibat ketidakjelasan status kredit. Pada situasi seperti ini, diperkirakan mulai tahun 2011 produksi TBS Luwu Utara menurun sampai 20,5 % dan pada tahun berikutnya penurunan produksi akan berkelanjutan sejalan dengan penurunan potensi produksi.

Dalam dua tahun terakhir ini ada harapan penambahan luas areal oleh beberapa perusahaan yang telah mengajukan permohonon izin prinsip kepada Pemda Luwu Utara, sayangnya sambutan serta fasilitas yang diberikan oleh pemerintah daerah tidak dimanfaatkan dengan baik oleh para calon investor, bahkan salah satu calon investor yang tadinya menggebu-gebu akan membuka kebun ternyata justeru lebih mengutamakan membangun pabrik, padahal kondisi tanaman sawit yang ada sudah tidak layak di back up dengan penambahan pabrik, artinya investasi pabrik tidak akan mencapai break event point manakala tidak di dahului dengan membuka areal perkebunan yang baru. Pada sisi lain jika kita memperhatikan topografi dimana sebahagian besar areal yang layak untuk budidaya kelapa sawit ( kemiringan < 25o) telah di kuasai oleh masyarakat, maka peluang masuknya investor baru sangat kecil. Karena itu kita harus mencari jalan keluar agar pembangunan kebun sawit tetap berlanjut.

Sumber Pembiayaan

Uraian diatas setidaknya dapat memberi gambaran kepada kita bahwa sesungguhnya sumber hidup masyarakat Luwu Utara umumnya tergantung kepada hasil kebun. Di samping itu animo masyarakat Luwu Utara untuk membudidayakan tanaman kelapa Sawit cukup tinggi, sementara disisi lain kesempatan masyarakat memiliki kebun plasma melalui pola kemitraan INTI-PLASMA sudah sangat kecil peluangnya mengingat ketersediaan lahan untuk membangun inti sangat terbatas, padahal kebun inti adalah syarat bagi para investor terutama PBSN dalam mengembangkan plasma.

Karena itu Jika pemerintah pusat telah mengeluarkan kebijakan pengembangan biofuel dan biodisel, maka tentu pula melalui pemahaman UU No. 32 Tahun 2003 tentang otonomi daerah, pemerintah daerah dapat mengeluarkan kebijakan untuk pengembangan kelapa sawit, tidak saja melalui deregulasi, tetapi juga pembebanan anggaran melalui APBD. Pola seperti ini telah sukses dilaksanakan dibeberapa daerah seperti Kab. Pasir Kalimantan Timur (PIR Swadaya). Keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan pola ini antara lain kesempatan memiliki lahan lebih besar bagi penduduk setempat, serta dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang banyak.

Selain APBN, pemerintah melalui kementerian Koperasi bekerja sama dengan dirjen perkebunan juga telah mengeluarkan kebijakan pembiayaan pengembangan kelapa sawit melalui KKPA. Di Kabupaten Bangkinang Propinsi Riau, Kepulauan Bangka dan Belitung, dan dibeberapa tempat lainnya pengembangan kelapa sawit melalui pola KKPA cukup sukses dilaksanakan, hal ini tidak terlepas akibat dari kemandirian koperasi sebagai mitra dalam mengatur kelompok tani.

Khusus Luwu Utara membangun kebun kelapa sawit melalui pola KKPA, bukanlah hal yang baru. Tahun 1996 KUD Bone Masamba bekerja sama dengan PTPN XIV dengan fasilitas KKPA sebesar Rp. 9 Milyar telah sukses membangun 1000 Ha kebun, namun sayangnya PTPN XIV dalam proses selanjutnya berjalan sendiri, padahal KKPA selain ditujukan untuk menyediakan fasilitas permodalan bagi anggota koperasi primer dalam rangka mengembangkan usaha dan pendapatannya juga ditujukan untuk mengembangkan usaha koperasi itu sendiri, paling tidak melalui pembinaan dan pemberdayaan, sehingga Koperasi ini selanjutnya dapat menjadi mitra kelompok tani dalam melaksanakan swa kelola.

Tingginya animo masyarakat untuk membudidayakan kelapa sawit harus segera di tindak lanjuti pemerintah daerah, sebab di beberapa tempat telah ditemukan adanya masyarakat yang menanam kelapa sawit dari sumber bibit yang tidak dapat di pertanggungjawabkan, tindakan ini secara signifikan selain mempengaruhi potensi produksi juga berpotensi menjadi biang penyebaran penyakit. kalau hal ini tidak segera di antisipasi maka kasus serupa yang telah menimpah dua komoditi andalan (Jeruk dan Kakao) akan terulang, sebab serangan hama dan penyakit pada kedua komoditi tersebut disinyalir akibat introduksi melalui benih dan kecambah.

Untuk menjawab kebutuhan masyarakat Luwu Utara terhadap budidaya kelapa sawit, dua sumber pembiayaan diatas (APBD dan KKPA) dapat dipadukan untuk membangun kebun yang memang membutuhkan biaya yang cukup besar. Untuk mendapatkan pembiayaan melalui pola KKPA, maka kelompok tani berhimpun dalam sebuah wadah koperasi Primer, karena itu pula stimulasi APBD diarahkan selain untuk membiayai pengadaan bibit juga untuk penguatan kelembagaan (kelompok tani dan koperasi) selanjutnya kelompok tani dan koperasi ini dapat memanfaatkan pembiayaan KKPA untuk membangun infrastruktur dan modal kerja sampai mencapai produksi.


Senin, 15 Juni 2009

PROBLEMATIKA DI LUWU UTARA (UMUM)

Beberapa persoalan sosial yang mendasar di kab. luwu utara yakni, Pengangguran yang kian bertambah, Ekonomi kerakyatan yang tertatih-tatih akibat banyaknya persoalan pada sektor pertanian dan Perkebunan, kurangnya Armada Tangkap pada sektor Kelautan, dan lain-lain, dan diperparah kurangnya dukungan pihak perbankan pada sektor di atas dan disisi lain koperasi-koperasi dengan bunga yang sangat tinggi kian merajalela. Selain itu Investasi pada sektor Sumber Daya Manusia sebagai persiapan pemimpin masa depan daerah ini juga masih sangat minim.
Pada posting berikutnya saya akan mengurai beberapa dari persoalan di atas, untuk dapat di jadikan bahan diskusi sekaligus mencari solusi agar masyarakat Luwu Utara dapat sejajar dengan masyarakat di Kabupaten Tetangga.

luwu utara kini dan akan datang

Assalamu alaikum wr.wb
Genap sepuluh tahun usia Kab. Luwu Utara, dalam usia yang masih belia, banyak kemajuan yang telah di capai terutama dalam hal infrastruktur, perbaikan sarana dan pra sarana Pendidikan dan Kesehatan, serta beberapa Bidang lainnya, selain itu beberapa Prestasi sukses di capai, Peningkatan Produksi Pertanian, dan terakhir mandapatkan sertifikat Adipura dari Pemerintah Pusat.
Melihat Potensi yang di miliki, peluang untuk menjadi lebih maju masih terbuka, sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan, adalah sektor yang masih perlu dibenahi secara berkesinambungan, karena pada sektor ini kurang lebih 80 % penduduk menggantungkan nasibnya. Selain itu Investasi dibidang SDM, dalam arti memberikan kemudahan bagi putra putri daerah untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi sangat penting guna mempersiapkan calon calon pemimpin di Masa yang akan datang.
Karena itu, Pilkada 2010 yang akan datang, adalah sebuah sejarah baru bagi Luwu Utara, Bupati terpilih harus dapat melanjutkan program-program strategis yang ada sebelumnya dan merancang kebijakan kebijakan strategis lainnya demi kemakmuran masyarakat Luwu Utara.